Suatu waktu, seorang teman menawari saya untuk bergabung dengan kelompok KKN teman satu kosnya. Lebih lanjut, diketahui bahwa teman satu kosnya itu adalah seseorang yang sudah saya tahu (belum kenal lho ya) melalui teman satu kos saya dulu. Dia bercerita bahwa kelompok KKN itu akan menempati pulau Maratua, sebuah pulau kecil di Kalimantan. Dengan masih penuh rasa bimbang, saya kirim pesan kepada teman satu kosnya itu dengan menyebutkan asal sumber informasi beserta permintaan untuk turut bergabung.
Sumber Gambar |
Hingga sampai pada rapat-rapat rutin KKN Maratua, saya belum yakin benar akan berangkat ke pulau cantik itu.
Pernah suatu kali saya menelepon Bapak untuk meminta persetujuan. Memang, kata yang keluar dari mulut Bapak adalah ya. Tapi saya tahu, kata itu sangat berat diucapkan oleh beliau. Perubahan nada suara Bapak sudah cukup membuktikan kekhawatirannya. Terlebih lagi, tidak hanya kata itu yang meningkatkan keengganan saya berangkat ke pulau Maratua, tetapi juga kalimat, "ndak ada tempat lain po nduk?". Semakin enggan lagi ketika saya harus mengutarakan ijin untuk sekalian berlebaran Idul Fitri di pulau Maratua. Mungkin Bapak waktu itu sedang berfikir keras, apalagi yang harus dikatakan pada putri bungsunya yang sepertinya sangat bermimpi pergi ke sana? Ya, pada akhirnya Bapak diam, dan kemudian mengulang pertanyaan itu.
Masih dengan kebimbangan yang sepertinya bertambah dalam, saya selalu berusaha untuk hadir rapat KKN. Di suatu rapat, sang Koordinator Mahasiswa Unit (Kormanit [Ketua Kelompok, red]) membicarakan masalah dana. Wajar saja butuh dana yang sangat banyak, mempertimbangkan transportasi, biaya hidup, dana program, dsb.
Memang kami diberi uang saku oleh Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) UGM, tetapi jumlah itu sangat minim. Bahkan hanya cukup untuk biaya hidup empat hari saja, mungkin? Lalu, bagaimana dengan transportasi kami? Bagaimana dengan biaya hidup kami selanjutnya? Bagaimana dengan program-program yang harus kami jalankan di sana? Bagaimana pula dengan biaya untuk peralatan-peralatan yang bejibun banyaknya?
Semakin banyak yang dibicarakan, semakin meningkat pula kekhawatiran saya untuk dapat pergi ke pulau impian saya itu...
Dan saya hanya bisa pasrah, niat bertawakkal kepada Sang Maha Penentu. Kalau saja orangtua mengijinkan dan Allah meridhoi, insya Allah saya berangkat kok. Bukankah perjuangan itu akan lebih indah jika ada rintangan di dalamnya?
Belum tau cerita sebelumnya? Check it out! Impian, Kalimantan, dan KKN (1)
Lebih lanjut, baca Impian, Kalimantan, dan KKN (3)
Kunjungi juga website kami di http://maratuaisland.blogspot.com
Lebih lanjut, baca Impian, Kalimantan, dan KKN (3)
Kunjungi juga website kami di http://maratuaisland.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar