aku sedang berusaha membusukkan tulang yang tak kunjung jemu menunggumu,
layaknya bang Toyib yang tak segera pulang -itu kamu.
Pintu tanpa bunyi klik. Jendela apalagi. menerabas panasnya mentari, merasukkan dinginnya malam. Bukan saja takcukup. Aku hanya butuh kembalimu: mencium keningmu.
Lalu menerpa angin, mencerca hujan. tanah resah, bumi pun goyah. senyap.
SENYAP. SENYAP. SENYAP.
ah. nyalak anjing pengganggu! sorak-sorai penonton layar besar itu tak akan pernah tahu kesenyapan itu. goncangan badai mungkin terhiraukan. kapal karam hanya ada di televisi. mana peduli?!
sedangkan aku masih berdiri di depan pintu, menggantungkan gembok di leherku.
bahkan mungkin, bang Toyib sedang bermain di kapal karam; berakting di dalam layar televisi. tanpa perlu tau kepedulianku. cih. sopan.
layaknya bang Toyib yang tak segera pulang -itu kamu.
Pintu tanpa bunyi klik. Jendela apalagi. menerabas panasnya mentari, merasukkan dinginnya malam. Bukan saja takcukup. Aku hanya butuh kembalimu: mencium keningmu.
Lalu menerpa angin, mencerca hujan. tanah resah, bumi pun goyah. senyap.
SENYAP. SENYAP. SENYAP.
ah. nyalak anjing pengganggu! sorak-sorai penonton layar besar itu tak akan pernah tahu kesenyapan itu. goncangan badai mungkin terhiraukan. kapal karam hanya ada di televisi. mana peduli?!
sedangkan aku masih berdiri di depan pintu, menggantungkan gembok di leherku.
bahkan mungkin, bang Toyib sedang bermain di kapal karam; berakting di dalam layar televisi. tanpa perlu tau kepedulianku. cih. sopan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar