*Malam tadi, saya tidak sengaja membuka-buka file di laptop. Niatnya sih, untuk mencari beberapa hasil kerja. Namun, tak disangka tulisan ini muncul di antara sekian banyak 'simpanan'. Maka, kuputuskan untuk mem-publish-nya di blog. Bukan apa-apa, hanya berniat menjaganya supaya tidak punah. Hehe
Aku duduk
termenung di bibir ranjang. Memikirkan sesuatu hal yang tidak terlalu aku
pahami. Waktu itu umurku masih sekitar 4 tahun, tetapi pikiranku sudah terlampau
hingga ke sana. Sesekali aku mengabaikan pikiran-pikiran itu. Aku terlalu takut
untuk mengingatnya. Membuangnya jauh-jauh hingga saat itu tiba lagi.
Tak berapa lama
Ibu dan Bapak datang ke kamar. Kami selalu tidur bersama. Seperti biasa, aku
menempatkan diriku di ranjang bagian tengah, diantara Bapak dan Ibu. Sudah satu
jam lamanya mataku belum juga terlelap. Aku terganggu. Terganggu dengan
suara-suara itu. Aku terganggu oleh diriku sendiri. Aku terganggu oleh
barang-barang di sekitarku. Aku terganggu oleh semuanya. Segala hal yang ada
disampingku, kecuali tubuh Bapak Ibuku.
Malam ini
adalah malam kesekian kalinya aku merasakan hal ini. Ketika Bapak Ibu sudah
terlelap, aku masih terjaga. Menahan telingaku untuk tidak mendengar
suara-suara menyeramkan itu. Menguasai diri untuk bisa melepas kejahatan yang
menyerang jiwaku. Menutup mata kencang-kencang agar aku tak melihat sesuatu
yang menakutkan, walaupun sebenarnya aku tak pernah melihatnya.
Aku tak pernah
menceritakan kisah ini pada siapapun, termasuk Bapak Ibu. Kala itu aku sudah
tahu bahwa ini adalah sesuatu yang tidak wajar. Sesuatu yang tidak wajar akan menjadikan
Bapak Ibu tidak mudah mempercayainya. Aku tak mau dikira mengada-ada. Dan aku meyakinkan
diri bahwa aku bisa menghadapinya.
Kejadian ini
tak hanya menyerangku ketika aku beranjak tidur. Bahkan tak jarang ia
mendatangiku saat aku jatuh sakit. Semakin parah sakit panasku, maka semakin
parah pula kelakuannya. Mendatangiku setiap saat, setiap waktu. Tak peduli aku
sedang bersama siapa. Ia hadir secara tiba-tiba, mengganggu jiwaku. Ah, entah
apa maksudnya. Yang kutahu dia hanya bisa mengganggu. Tak pernah sekalipun membantu
ataupun menghiburku.
Mereka adalah
pericuh kebahagiaan masa kecilku. Mereka membuat diriku menjadi cengeng,
pendiam, dan selalu merasa takut terhadap siapapun. Termasuk saudara-saudaraku.
Aku tak pernah mau digendong selain Ibu dan pembantuku. Aku selalu menangis
jika ditinggal oleh Ibu dan Bapak. Aku harus ditemani, tak mau ditinggal
sendiri.
Terakhir mereka
menyerangku adalah ketika aku masih duduk di bangku sekolah. Waktu itu aku
sedang sakit demam, dan tiba-tiba ia hadir lagi setelah sekian lamanya. Menggangguku
lagi. Ia membuat diriku menjadi merasa seperti raksasa, tubuhku seakan
membesar. Pembesaran tubuh ini dimulai dari jari-jari tangan, pergelangan
tangan hingga akhirnya kaki dan jari-jarinya. Pernah sesekali aku katakan pada
Ibu bahwa tanganku membesar, dan kusuruh beliau memegangnya. Akan tetapi,
beliau tak pernah menanggapinya secara serius. Beliau hanya berkata, “Ah, gak
kenapa-napa kok. Tak ada yang membesar, ukuran tanganmu masih seperti biasa..”
Tak hanya
sampai disitu, makhluk menyebalkan dan teman-temannya itu juga menggangguku
melalui suara. Suaranya berat dan keras, membuat telingaku tak pernah berhasil
menghilangkannya. Mereka menuduhku macam-macam. Mereka memarahiku karena banyak
hal. Menudingku berbuat segala sesuatu yang salah. Seakan aku tak pernah
berbuat benar.
Mereka juga
menggangguku lewat barang-barang disekitarku. Menjadikan aku tak berani
memegang apapun. Kain-kain disampingku serasa menjijikkan. Termasuk kain yang
menempel di tubuhku. Memegang tubuhku pun aku tak berani. Bahkan seprai,
selimut, bantal, juga terasa menjijikkan bagiku saat itu. Jari-jari tanganku
selalu kubuat membuka untuk menghindarinya. Hingga lama-kelamaan tubuhku
mengecil dengan sendirinya.
Lama aku
mencoba membuang jauh-jauh perasaan itu. Tak banyak berhasil. Hingga akhirnya
aku mencoba memejamkan mata sekeras-kerasnya dan berkomat-kamit mengucap doa.
Memohon bantuan dari Yang Maha Kuasa. Dan akhirnya aku terlelap.
Sekali waktu
pernah juga aku merasakannya lagi. Hampir-hampir seluruh barang yang ada
disampingku, aku lempar. Kain yang menempel di tubuh, aku lepaskan. Lantai saja
terasa ngeres semuanya. Tak ada yang beres dengan tubuh dan lingkunganku. Segalanya terasa menyebalkan.
Berkat ide
kakakku yang waktu itu kebetulan ada disampingku, aku dibawa ke kamar mandi.
Seluruh pakaian yang aku pakai dilepaskannya, tubuhku diguyur air
sebanyak-banyaknya. Aku terus mengerang, menolak perlakuan kakakku. Aku
dipakaikan baju bersih, diambil langsung dari lemari. Semuanya bersih sekarang.
Dan aku merasa lebih tenang.
Kejadian
semacam itu berlangsung hingga sekarang. Masih terkadang datang secara
tiba-tiba. Akan tetapi, sejak saat itu aku tahu bahwa aku membutuhkan sesuatu
yang bersih dari tubuh dan lingkunganku. Ketika mereka datang lagi, aku harus
segera ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhku, membasahinya. Beberapa kali
aku cukup meregangkan jari-jariku untuk menghindari pembesaran tubuh. Dan
benar, aku mampu mengatasinya. “Tuhan tak
pernah membebani hambaNya dengan sesuatu yang tak mampu diembannya.”
Yogyakarta, 17 Juni 2011
* Karya ini diikutkan dalam
lomba Hate ½ Mati yang diadakan oleh Diva Press dan termasuk dalam sepuluh
karya terbaik.