3 September 2013

Menghilangkan 'Aku' dari Jiwaku

*Malam tadi, saya tidak sengaja membuka-buka file di laptop. Niatnya sih, untuk mencari beberapa hasil kerja. Namun, tak disangka tulisan ini muncul di antara sekian banyak 'simpanan'. Maka, kuputuskan untuk mem-publish-nya di blog. Bukan apa-apa, hanya berniat menjaganya supaya tidak punah. Hehe

Aku duduk termenung di bibir ranjang. Memikirkan sesuatu hal yang tidak terlalu aku pahami. Waktu itu umurku masih sekitar 4 tahun, tetapi pikiranku sudah terlampau hingga ke sana. Sesekali aku mengabaikan pikiran-pikiran itu. Aku terlalu takut untuk mengingatnya. Membuangnya jauh-jauh hingga saat itu tiba lagi.
Tak berapa lama Ibu dan Bapak datang ke kamar. Kami selalu tidur bersama. Seperti biasa, aku menempatkan diriku di ranjang bagian tengah, diantara Bapak dan Ibu. Sudah satu jam lamanya mataku belum juga terlelap. Aku terganggu. Terganggu dengan suara-suara itu. Aku terganggu oleh diriku sendiri. Aku terganggu oleh barang-barang di sekitarku. Aku terganggu oleh semuanya. Segala hal yang ada disampingku, kecuali tubuh Bapak Ibuku.
Malam ini adalah malam kesekian kalinya aku merasakan hal ini. Ketika Bapak Ibu sudah terlelap, aku masih terjaga. Menahan telingaku untuk tidak mendengar suara-suara menyeramkan itu. Menguasai diri untuk bisa melepas kejahatan yang menyerang jiwaku. Menutup mata kencang-kencang agar aku tak melihat sesuatu yang menakutkan, walaupun sebenarnya aku tak pernah melihatnya.
Aku tak pernah menceritakan kisah ini pada siapapun, termasuk Bapak Ibu. Kala itu aku sudah tahu bahwa ini adalah sesuatu yang tidak wajar. Sesuatu yang tidak wajar akan menjadikan Bapak Ibu tidak mudah mempercayainya. Aku tak mau dikira mengada-ada. Dan aku meyakinkan diri bahwa aku bisa menghadapinya.
Kejadian ini tak hanya menyerangku ketika aku beranjak tidur. Bahkan tak jarang ia mendatangiku saat aku jatuh sakit. Semakin parah sakit panasku, maka semakin parah pula kelakuannya. Mendatangiku setiap saat, setiap waktu. Tak peduli aku sedang bersama siapa. Ia hadir secara tiba-tiba, mengganggu jiwaku. Ah, entah apa maksudnya. Yang kutahu dia hanya bisa mengganggu. Tak pernah sekalipun membantu ataupun menghiburku.
Mereka adalah pericuh kebahagiaan masa kecilku. Mereka membuat diriku menjadi cengeng, pendiam, dan selalu merasa takut terhadap siapapun. Termasuk saudara-saudaraku. Aku tak pernah mau digendong selain Ibu dan pembantuku. Aku selalu menangis jika ditinggal oleh Ibu dan Bapak. Aku harus ditemani, tak mau ditinggal sendiri.
Terakhir mereka menyerangku adalah ketika aku masih duduk di bangku sekolah. Waktu itu aku sedang sakit demam, dan tiba-tiba ia hadir lagi setelah sekian lamanya. Menggangguku lagi. Ia membuat diriku menjadi merasa seperti raksasa, tubuhku seakan membesar. Pembesaran tubuh ini dimulai dari jari-jari tangan, pergelangan tangan hingga akhirnya kaki dan jari-jarinya. Pernah sesekali aku katakan pada Ibu bahwa tanganku membesar, dan kusuruh beliau memegangnya. Akan tetapi, beliau tak pernah menanggapinya secara serius. Beliau hanya berkata, “Ah, gak kenapa-napa kok. Tak ada yang membesar, ukuran tanganmu masih seperti biasa..”
Tak hanya sampai disitu, makhluk menyebalkan dan teman-temannya itu juga menggangguku melalui suara. Suaranya berat dan keras, membuat telingaku tak pernah berhasil menghilangkannya. Mereka menuduhku macam-macam. Mereka memarahiku karena banyak hal. Menudingku berbuat segala sesuatu yang salah. Seakan aku tak pernah berbuat benar.
Mereka juga menggangguku lewat barang-barang disekitarku. Menjadikan aku tak berani memegang apapun. Kain-kain disampingku serasa menjijikkan. Termasuk kain yang menempel di tubuhku. Memegang tubuhku pun aku tak berani. Bahkan seprai, selimut, bantal, juga terasa menjijikkan bagiku saat itu. Jari-jari tanganku selalu kubuat membuka untuk menghindarinya. Hingga lama-kelamaan tubuhku mengecil dengan sendirinya.
Lama aku mencoba membuang jauh-jauh perasaan itu. Tak banyak berhasil. Hingga akhirnya aku mencoba memejamkan mata sekeras-kerasnya dan berkomat-kamit mengucap doa. Memohon bantuan dari Yang Maha Kuasa. Dan akhirnya aku terlelap.
Sekali waktu pernah juga aku merasakannya lagi. Hampir-hampir seluruh barang yang ada disampingku, aku lempar. Kain yang menempel di tubuh, aku lepaskan. Lantai saja terasa ngeres semuanya. Tak ada yang beres dengan tubuh dan lingkunganku. Segalanya terasa menyebalkan.
Berkat ide kakakku yang waktu itu kebetulan ada disampingku, aku dibawa ke kamar mandi. Seluruh pakaian yang aku pakai dilepaskannya, tubuhku diguyur air sebanyak-banyaknya. Aku terus mengerang, menolak perlakuan kakakku. Aku dipakaikan baju bersih, diambil langsung dari lemari. Semuanya bersih sekarang. Dan aku merasa lebih tenang.
Kejadian semacam itu berlangsung hingga sekarang. Masih terkadang datang secara tiba-tiba. Akan tetapi, sejak saat itu aku tahu bahwa aku membutuhkan sesuatu yang bersih dari tubuh dan lingkunganku. Ketika mereka datang lagi, aku harus segera ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhku, membasahinya. Beberapa kali aku cukup meregangkan jari-jariku untuk menghindari pembesaran tubuh. Dan benar, aku mampu mengatasinya. “Tuhan tak pernah membebani hambaNya dengan sesuatu yang tak mampu diembannya.”

Yogyakarta, 17 Juni 2011

* Karya ini diikutkan dalam lomba Hate ½ Mati yang diadakan oleh Diva Press dan termasuk dalam sepuluh karya terbaik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar